Pages

Pages

Kamis, 06 September 2012

“Allah, Siapa Jodohku?”


“Allah, Siapa Jodohku?”
 Terkadang pertanyaan semacam ini sering terbersit di benak kita,
terlebih ketika kita menyadari usia yang terus beranjak, dan kita sudah tidak muda lagi. 

Hmm…. Masalah jodoh memang penuh misteri.., dan hanya Allah yang mengetahui siapa jodoh kita dan kapan kita akan di pertemukan dengannya. Tapi yakinlah sahabat, Allah pembuat scenario terbaik, sutradara terbaik dalam kehidupan ini. 

Allah sudah menetapkan jodoh kita di Lauh Mahfudz sana, jauh sebelum kita lahir ke dunia ini. Tugas kita sekarang adalah meningkatkan ikhtiar. Meningkatkan kualitas diri sehingga Allah berkenan memberikan kita pasangan yang shaleh/shalehah.
Jodoh memang penuh misteri, dan terkadang penuh kejutan. Ada yang telah melalang buana ke berbagai penjuru daerah, ternyata jodohnya adalah tetangga sendiri, teman sekolah, teman kuliah, teman kantor, teman organisasi di kampus atau bahkan teman di FB. Ada yang baru ketemu sekali dan merasa cocok kemudian memutuskan untuk menikah. 

Ada juga yang pacaran bertahun-tahun tapi ternyata tidak berjodoh, malah jodohnya adalah orang yang baru dia temui . Ada yang menikah karena di jodohkan oleh kedua ortu, di kenalkan oleh teman, atau melalui proses Murabbi atau Murabbiyah. Ada yang menikah di usia dini, ada juga yang harus menunggu sampai usia 30/40 tahun. Ada yang pertama kali berinteraksi, langsung mengetahui bahwa dia jodohnya. Ada pula yang sudah kenal sebelumnya dan tidak pernah menduga, ternyata berjodoh. Jodoh benar-benar misteri, apakah kita akan berjodoh dengan orang yang belum dikenal sebelumnya atau bahkan orang yang sudah kita kenal dan dekat di sekitar kita. Tinggal kita yang memilih akan menjemput jodoh yang disertai keberkahan atau tidak. Apapun ikhtiar yang dilakukan, semoga menuai berkah Allah.

Jika di awal jalan menuju pernikahan saja sudah tidak berkah, maka mungkinkah keberkahan berumah tangga akan terwujud? Jika sebelum menikah kita telah melakukan hal-hal yang Allah haramkan, seperti pacaran, atau bahkan melakukan zina, mungkinkah kelak kita berhak mendapatkan pasangan yang shaleh/shalehah. Bukankah kita sudah yakin dengan janji-Nya yang tertuang seperti ini dalam ayat cinta-Nya?

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).
                                                                                      ” (QS. An-nuur [24] : 26).

 Semoga kita bisa menjaga keberkahan proses dari awal hingga akhir.
Dalam ikhtiar menjemput jodoh, kita harus YAKIN bahwa jodoh kita takkan pernah tertukar. Kita pun harus menyertakan Allah dalam setiap mengambil keputusan terkait jodoh ini, selalu istikharah memohon petunjuk-Nya Dan yang tak kalah penting, perbanyak amal shalih, semakin dekat ke Allah dan menjauhi apa-apa yang dilarangNya. Tidak bermaksiat ketika proses menjemput jodoh itu berlangsung. Tidak ada jalan berdua yang akan mendekati zina. Jadi, hal yang paling tepat untuk dilakukan dalam penantian bertemu dengan jodoh hanyalah memperbaiki diri. Yakinlah, ketika diri ini sedang berusaha memperbaiki diri, maka ia-pun yang entah berada di belahan bumi yang mana, yang telah tertulis dalam kitabNya, juga sedang berusaha memperbaiki diri. Dan semoga Allah mempertemukan kita dengannya dalam kondisi keimanan terbaik yang mampu untuk diusahakan.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam ikhtiar menjemput jodoh. Selain berikhtiar mencari atau meminta dicarikan pendamping hidup, satu hal yang paling penting adalah mempersiapkan diri menuju gerbang pernikahan. Bukan, bukan persiapan hari H resepsi pernikahan yang cuma satu hari yang aku maksudkan di sini. Tapi, hari-hari setelah hari H: sudah siapkah kita menjadi seorang suami/istri, sudah siapkah kita menjadi ayah/ibu, sudah siapkah kita menjadi seorang menantu, sudah siapkah kita menjadi adik/kakak ipar, sudah siapkah kita menjadi bagian dari keluarga besar suami/istri kita, dan sudah siapkah kita menjadi seorang tetangga? Dan pertanyaan utama yang patut dipertanyakan adalah akan dibawa ke mana bahtera rumah tangga kita nantinya??

Maka, Sahabat, mari kita menunggu saat itu tiba dengan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan saja menyiapkan diri menuju gerbang pernikahan, tapi juga menyibukkan diri dengan amanah yang saat ini kita emban. Jangan sampai kita focus menyiapkan diri menuju pernikahan tapi malah menelantarkan apa-apa yang saat ini Allah amanahkan kepada kita. ^_^

Rabu, 05 September 2012

Istri Dambaan

    Keluarga bahagia adalah dambaan setiap orang.

   keluarga mawadah dan rahmah yang penuh barakah adalah impian. Bagaimana tidak? Setelah capek dan letih bergelut mencari nafkah di dunia, tentu membutuhkan suasana yang menyenangkan di rumah. Senyum dan pelayanan istri, sambutan si buah hati seolah menyegarkan kembali penatnya badan dan pikiran.
   Oleh sebab itulah berbagai usaha ditempuh untuk mewujudkannya. Walaupun harus menyita waktu, tenaga, pikiran bahkan uang. Banyaknya praktik konsultasi keluarga, rubrik-rubrik dan program acara keluarga dalam banyak media, bahkan majalah khusus keluarga begitu mudah kita dapatkan di sekitar kita. Ini menunjukkan bahwa keluarga sakinah menjadi perhatian. Semua membutuhkan, semua mengusahakan, dan mendambakannya.


    Agama kita yang sempurna ini, alhamdulillah, mengatur semuanya, dari sebelum menikah bagaimana kriteria pasangan yang baik dan cara mencarinya, mengatur pula pada saat menikah bagaimana prosesi yang syar’i, sampai setelah menikah saat menjalani bahtera rumah tangga. Semua dijelaskan dalam Al-Quran, diterangkan dalam hadits, dan dijabarkan oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka. Tinggal bagaimana kita berusaha mencari dan mengkaji, memahami dan mengamalkannya.
   Jadi, yang pertama dibutuhkan dalam membina keluarga sakinah adalah ilmu agama.

    Saudaraku, dalam mencari pasangan, Allah mengajarkan:
 
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).
                                                                                                       ” [Q.S. An-Nur:26].

   Rasulullah juga telah membimbingkan, dalam haditsnya beliau bersabda,
 “Wanita dinikahi karena empat perkara; harta, garis keturunan yang bagus, kecantikan, atau agamanya. Maka pilihlah agamanya, kalau tidak, engkau akan hina.
 [H.R. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah z].
 
   Ayat dan hadits ini membimbing agar perkara yang diutamakan dalam mencari pasangan adalah keagamaan yang baik. Ketika agama yang dipilih, maka jalan untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat dapat tercapai.  Keshalihan seorang istri lah yang akan mengukir kebahagiaan di hati dengan kebagusannya dalam bergaul, kepatuhannya terhadap perintah serta kredibilitasnya dalam menjaga kehormatan dan harta.
 Rasulullah bersabda yang artinya, 
“Dunia itu perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menyenangkanmu. Bila engkau perintah, ia menaatimu. 
Dan bila engkau pergi meninggalkannya,
 ia menjaga dirinya (untukmu) dan menjaga hartamu’.
 [H.R. Ahmad dan An-Nasa`i].
 
   Al-Baihaqi juga meriwayatkan hadits yang semakna dari sahabat Abu Hurairah z, dihasankan Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil.
 
  Hidup berdampingan dengan istri shalihah, akan membantu dalam peribadahan kepada Allah. Sehingga akan mengantarkan kepada kebahagiaan ukhrawi yang lebih sempurna. Umar bin Khaththab z pernah bertanya kepada Rasulullah tentang harta apakah yang sebaiknya kita miliki, beliau ` menjawab,
“Hendaklah kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir dan istri mukminah yang membantu dalam perkara akhirat kalian.” [H.R. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani v dalam Shahih Ibnu Majah]. 
 
 Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang butuh teman hidup yang bisa menjadikan agamanya lebih baik. Teman hidup itu tak lain adalah istri shalihah. Seorang istri yang tatkala engkau terlelap di malam hari, dialah yang akan membangunkanmu untuk shalat malam. Saat lemah dan malas menghampiri, dialah yang membangkitkan semangatmu untuk kembali beramal. Dialah yang selalu mengulurkan tangannya untukmu sebelum engkau minta sebagai wujud pengamalan terhadap firman-Nya
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Q.S. Al-Maidah:2].
 
    Demikianlah sekelumit ulasan yang melatarbelakangi seseorang menjadikan agama sebagai pertimbangan utama dalam mencari pasangan. Dengan memilih pasangan sebagaimana yang dituntunkan syariat, diharapkan tujuan-tujuan pernikahan dapat tercapai. Seseorang juga akan lebih merasakan hikmah diciptakannya pasangan ketika kriteria keshalihan sebagai pegangan. Karena istri shalihah lah yang akan membuat hati tenteram dengan selalu mengikat rasa cinta dalam ibadah yang mulia ini.
 
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”  
(Q.S. Ar Rum : 21)
 
wallahu a’lam bsshowaab.